Langsung ke konten utama

Facing Reality..


Pernah gak sih kalian marah sama diri sendiri? Kenapa ga bisa penuhin tujuan? Kenapa ga bisa wujudin mimpi? Kenapa hal sesimpel itu ga bisa dilakuin? Kenapa ngomong sesuai planning ga jadi terlaksana?

Seiring berjalannya waktu aku sadar, yang kayak gini ini sering banget aku teriakin ke otakku. Nyesel kenapa ga bilang kayak gini, harusnya bisa tadi pake plan ini, kenapa soal yang keluar pas ujian ga sesuai dengan presdiksiku. Kenapa laporan keuangan ga bisa release tepat waktu. Kenapa goal yang udah disusun rapi jadi berantakan. Sering banget aku mem-bully diri sendiri karena kesalahanku sendiri, dan itu terulang. Rasanya setelah suatu kesalahan terjadi aku pengin banget perbaiki and I did it. Tapi dikemudian hari ada case lain dan aku udah prediksiin gimana nanti solusinya, but the fact is I did the same mistake.

Seseorang pernah bilang ke aku, sosok inspiratif yang mungkin kini telah memendam mimpi besarnya dan mengganti dengan mimpi yang lebih besar. Beliau bilang padaku “jangan terlalu keras sama diri sendiri”. Mungkin aku sudah terbiasa di didik dengan cara yang keras oleh ibuku dari kecil sehingga melepaskan dan merelakan kesalahan berlalu begitu saja itu tidak mudah. Dari kecil aku terbiasa mengikuti kompetisi di sekolah, dan Alhamdulillah entah kenapa selalu dapet juara walau ga selalu juara satu. Tapi ini jadi kebiasaan, sehingga setiap ada kompetisi aku harus menang. Setiap semester aku harus rangking satu. Setiap rekrutmen aku harus lolos. Setiap interview kerja aku harus berhasil. Dan ini teruuuus mengganggu di otakku, ga ada namanya toleransi pada diri sendiri. Manusia memang tempatnya salah dan lupa, tapi tidak untuk aku, aku harus bisa melakukan yang terbaik sampai tuntas. Tapi dalam dunia nyata setelah aku lulus dari perguruan tinggi, kenyataannya berbeda. Persaingan di dunia kerja semakin ketat, menjadi rangking satu bukan hal yang mudah. Aku terus memarahi diri sendiri kenapa hal simple ga bisa. Setiap aku gagal dapet kerja ujung-ujungnya aku diam sendiri dalam renunganku. Memikirkan kesalahan yang udah aku buat sendiri dan ingin segera mengikuti rekrutmen yang lain untuk nunjukin “nih aku udah belajar dari kesalahan”. Namun kenyataannya tetap sama dengan case yang berbeda. Pada akhirnya aku kembali memaki diri sendiri seharian. lol

Aku masih perlu belajar mengontrol diri sendiri, belajar menghadapi permasalahan hidup yang yang makin hari makin kompleks. Aku yakin banyak orang diluar sana yang facing problem yang more complicated dibanding aku. Tapi setiap orang punya kapasitas dan cara masing-masing dalam menghadapi permasalahan. Ternyata menjadi baik saja belum cukup, tapi jadilah yang terbaik. Mungkin Allah masih ingin aku berusaha lebih keras lagi dan tentunya berdoa lebih rajin lagi.
Kalau kalian gimana cara menghadapi permasalahan hidup? Bagaimana cara kalian berdamai dengan diri sendiri? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan dari Bojonegoro ke Kampung Inggris (Via Babat)

sumber:google                Perjalanan dari Bojonegoro ke Kampung Inggris Pare dimulai pukul 10.30, aku berangkat dari rumahku, Desa Kalitidu. Tepat pukul 11.00 aku sampai di Terminal Bojonegoro via angkot. Sebenernya udah terlalu siang dan aku berangkat sendiri dari rumah dengan membawa satu koper dan satu ransel. Ini kali pertama aku pergi ke kota Kediri. Dari dulu pengen banget ngisi waktu libur ke pare, pengen ngerasain gimana belajar bahasa disini. Tapi setiap liburan malah isinya jualan dipasar, kelas enterpreneurship by Mom Hehe.. Balik lagi ke terminal Bojonegoro, dari situ aku naik bus jurusan Babat. Sebelumnya aku udah googling gimana cara nyampe ke Pare dari Bojonegoro dan alhamdulillah dapet pencerahan dari blog.... kuikuti aja petunjuknya. Ongkos bus Bojonegoro-Babat 8.000.  Just info  aja busnya lumayan nyaman buat kalian yang belum pernah naik bus jurusan Surabaya. Sampai di Babat aku langsung disambut dengan babak-bapak tukang angkot. Si bapak nawarin ak

Pengalaman Rekrutmen PCPM Bank Indonesia

Hallo jobseekers, entah siapa yang baca, tapi ini aku tulis berdasarkan pengalaman yang udah aku jalanin 3 tahun terakhir khususnya waktu apply Rekrutmen Bank Indonesia jalur PCPM. WOW Kedengarannya keren sih ya kenapa berani nge- apply di rekrutmen warbiasah macam PCPM ini. Karena…. “namanya juga usaha”. Beberapa temen kasih motivasi, beberapa temen bilang “wah aku mah ga berani”. Tapi let’s check this out. Jadi, BI ini hampir tiap tahun, kalo aku amatin tiap akhir tahun sekitar bulan September selalu buka rekrutmen jalur PCPM. Apa itu PCPM? Jadi PCPM yang merupakan singkatan dari Pendidikan Calon Pegawai Muda ini merupakan salah satu jalur penerimaan pegawai yang dipersiapkan untuk menjadi pimpinan di Bank Indonesia. Melalui jalur PCPM, mereka yang terjaring dipersiapkan menjadi calon-calon pemimpin masa depan Bank Indonesia. Oke kita lanjut ke cerita detailnya berdasarkan pengalaman eike. Pertama daftar PCPM BI adalah waktu aku baru aja dapet SKL (Surat Keterangan

Resolusi

Ga kerasa banget udah tahun 2018. Satu tahun yang super wonderful  terlewatkan mostly dengan pekerjaan dan focus on my family. Beberapa kali ada niatan untuk meninggalkan pekerjaan, namun entah mengapa kuurungkan niatku. Makin kesini aku semakin mencintai pekerjaanku, Alhamdulillah. Di satu sisi karena cinta pekerjaan, disisi lain pekerjaan ini adalah alasan supaya aku bisa tetap tinggal di Bojonegoro menjaga kedua orang tua. Tak sedikit kawan yang bertanya mengenai lowongan pekerjaan di tempatku bekerja karena ingin dekat dengan orang tua. Sedikit teguran kepada diri sendiri untuk selalu bersyukur bisa dapetin kerjaan ini. Kalo kata temenku “ urip iku sawang sinawang ”, kadang kita melihat orang lain lebih beruntung dari kita padahal realitanya bisa jadi tidak demikian. Aku sering berpikir tentang teman-teman yang  bekerja di perusahaan yang bagus di kota besar akan bisa explore ilmu lebih banyak dan semuanya serba keren, namun siapa sangka beberapa dari mereka tidak merasa demikian