Langsung ke konten utama

Merenung

Human sofny New York

Sampai saat ini dua hal yang masih berputar-putar di otakku yaitu "akademisi" atau "praktisi". Pilih mengejar beasiswa untuk kuliah lagi atau kejar lowongan kerja. Tentunya dua-duanya aku kerjakan tapi belum ada  yang benar-benar membuatku tertarik untuk mendalaminya. Aku tidak tau dan tidak akan pernah tau bagaimana rencana Allah. Aku tidak tau apakah sesuatu yang sedang kuperjuangkan akan berbuah manis atau worth dan memang layak untuk diperjuangkan atau malah sebaliknya. Tapi jika tidak diperjuangkan aku lebih bertanya-tanya lagi, “sil elu mau jadi apa?”.
That’s why aku tidak akan menutup satu kesempatan pun jika memang dia ada didepan mataku. Mungkin hidupku akan terlalu terasa biasa-biasa saja atau terkesan datar jika tidak diwarnai dengan banyak ujian dan cobaan dari-Nya. Entah bagaimana nantinya usaha ini berakhir itu sudah bukan kewenangan manusia lagi, tapi itu merupakan hak prerogatifnya Allah yang menentukan hasil akhir dari nasib manusia. Tentunya setelah berbagai usaha yang telah dilakukan tiap individu.
Jika saat ini kesuksesan masih belum ada di tangan mungkin karena belum waktunya. Mungkin karena terlalu awal dan usaha yang dilakukan belum sekeras yang seharusnya. Atau bias jadi karena pengorbanan yang dilepaskan belum sepadan dengan nikmat yang nantinya didapat. Bias jadi jika saat ini kita diberi kesuksesan atau nikmat kita akan berubah menjadi pribadi yang sombong dan lupa diri.
Ukuran kesuksesan itu sendiri juga sebenarnya tidak ada. Sukses itu dimana kita merasa cukup dengan apa yang telah kita raih. Dimana kita merasa puas dengan apa yang kita dapat. Bayi merasa dirinya sukses ketika suatu hari dia bias berjalan. Namun tidak berhenti disitu saja dia masih memiliki keinginan untuk bias berbicara, menyanyi, berlari dan banyak hal lagi yang seorang bayi ingin capai. Begitu juga dengan orang dewasa. Seseorang belum tentu merasa sukses ketika dia sudah menjadi presiden misalnya, dia masih berpikir untuk memajukan negaranya, memperbaiki kondisi ekonomi setiap rakyatnya. Sebaliknya ada orang yang hidup di desa, bekerja ala kadarnya sebagai petani atau peternak, hidup cukup dengan anak istrinya dan dia merasa itu sebuah kesuksesan. Jadi menurutku tidak ada ukuran khusus untuk sebuah kesuksesan.
Sebagai manusia tugas kita tidak lain adalah mengusahakan dan memberikan yang terbaik dalam hal apapun, beribadah, bekerja, maupun bersosialisasi dengan orang lain. Setelah mengusahakan yang terbaik tak ada hal lain yang bias kita lakukan selain berdoa dan pasrah kepada Tuhan. Tak perlu takut untuk bermimpi. Memang terkadang seseorang mimpinya aneh-aneh dan gak sesuai dengan keadaan yang ada saat ini. Diketawain? Who cares? Nasib orang siapa yang tau. Tetap perjuangkan mimpimu kawan. Jika nantinya berhasil disyukuri begitu pula jika gagal. Kenapa gagal harus disyukuri? Karena dibalik suatu kegagalan Allah akan menggantinya dengan seribu kebaikan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan dari Bojonegoro ke Kampung Inggris (Via Babat)

sumber:google                Perjalanan dari Bojonegoro ke Kampung Inggris Pare dimulai pukul 10.30, aku berangkat dari rumahku, Desa Kalitidu. Tepat pukul 11.00 aku sampai di Terminal Bojonegoro via angkot. Sebenernya udah terlalu siang dan aku berangkat sendiri dari rumah dengan membawa satu koper dan satu ransel. Ini kali pertama aku pergi ke kota Kediri. Dari dulu pengen banget ngisi waktu libur ke pare, pengen ngerasain gimana belajar bahasa disini. Tapi setiap liburan malah isinya jualan dipasar, kelas enterpreneurship by Mom Hehe.. Balik lagi ke terminal Bojonegoro, dari situ aku naik bus jurusan Babat. Sebelumnya aku udah googling gimana cara nyampe ke Pare dari Bojonegoro dan alhamdulillah dapet pencerahan dari blog.... kuikuti aja petunjuknya. Ongkos bus Bojonegoro-Babat 8.000.  Just info  aja busnya lumayan nyaman buat kalian yang belum pernah naik bus jurusan Surabaya. Sampai di Babat aku langsung disambut dengan babak-bapak tukang angkot. Si bapak nawarin ak

Pengalaman Rekrutmen PCPM Bank Indonesia

Hallo jobseekers, entah siapa yang baca, tapi ini aku tulis berdasarkan pengalaman yang udah aku jalanin 3 tahun terakhir khususnya waktu apply Rekrutmen Bank Indonesia jalur PCPM. WOW Kedengarannya keren sih ya kenapa berani nge- apply di rekrutmen warbiasah macam PCPM ini. Karena…. “namanya juga usaha”. Beberapa temen kasih motivasi, beberapa temen bilang “wah aku mah ga berani”. Tapi let’s check this out. Jadi, BI ini hampir tiap tahun, kalo aku amatin tiap akhir tahun sekitar bulan September selalu buka rekrutmen jalur PCPM. Apa itu PCPM? Jadi PCPM yang merupakan singkatan dari Pendidikan Calon Pegawai Muda ini merupakan salah satu jalur penerimaan pegawai yang dipersiapkan untuk menjadi pimpinan di Bank Indonesia. Melalui jalur PCPM, mereka yang terjaring dipersiapkan menjadi calon-calon pemimpin masa depan Bank Indonesia. Oke kita lanjut ke cerita detailnya berdasarkan pengalaman eike. Pertama daftar PCPM BI adalah waktu aku baru aja dapet SKL (Surat Keterangan

Resolusi

Ga kerasa banget udah tahun 2018. Satu tahun yang super wonderful  terlewatkan mostly dengan pekerjaan dan focus on my family. Beberapa kali ada niatan untuk meninggalkan pekerjaan, namun entah mengapa kuurungkan niatku. Makin kesini aku semakin mencintai pekerjaanku, Alhamdulillah. Di satu sisi karena cinta pekerjaan, disisi lain pekerjaan ini adalah alasan supaya aku bisa tetap tinggal di Bojonegoro menjaga kedua orang tua. Tak sedikit kawan yang bertanya mengenai lowongan pekerjaan di tempatku bekerja karena ingin dekat dengan orang tua. Sedikit teguran kepada diri sendiri untuk selalu bersyukur bisa dapetin kerjaan ini. Kalo kata temenku “ urip iku sawang sinawang ”, kadang kita melihat orang lain lebih beruntung dari kita padahal realitanya bisa jadi tidak demikian. Aku sering berpikir tentang teman-teman yang  bekerja di perusahaan yang bagus di kota besar akan bisa explore ilmu lebih banyak dan semuanya serba keren, namun siapa sangka beberapa dari mereka tidak merasa demikian