Percaya. Satu kata yang punya
arti besar.
Aku dulu adalah seorang yang
mudah sekali percaya pada orang lain. Mungkin karena aku anak bungsu yang
selalu bisa mempercayakan semuanya pada orang tua dan kakak-kakakku. Semua hal
sudah tersedia, tertata dengan baik. Aku hanya perlu untuk mengikuti aturan dan
alurnya. Imbasnya aku jadi kurang responsive dan mandiri dalam mengambil
keputusan. Kebiasaan percaya ini terbawa hingga aku berumur 18 tahun, dimana
aku harus memulai hidup baru secara mandiri jauh dari orang tua. Walaupun tidak
sepenuhnya independen, setiap keputusan yang aku buat, setiap orang yang aku kenal,
pada siapa aku menaruh rasa percaya, semua ada ditanganku.
Aku mulai belajar mandiri, mulai
mempercayakan banyak hal ke orang lain diluar keluarga. Awalnya sangat mudah
tapi ketika hasil yang diperoleh, rasa yang ditimbulkan, dan akhir yang terjadi
tidak semulus biasanya pikirku berubah. Percaya tidak harus diberikan bahkan
pada orang yang kita kira baik. Sampai pada saat aku lulus dan bekerja,
seseorang memberi nasihat padaku untuk jangan terlalu percaya pada orang lain,
curiga itu perlu.
Nasihat itu terbukti ketika aku
mulai bekerja di lapangan, aku adalah seorang lulusan akuntansi yang kerjaannya
berhubungan dengan “uang”. Sebenarnya tidak semudah itu, hanya saja aku bisa
menaruh harapan dan tidak ingin berprasangka buruk pada teman/seseorang yang
udah kenal lama. Sampai pada akhirnya aku merasakan apa dampak yang ditimbulkan
ketika rasa percaya terlalu mudah untuk diberikan. Banyak pekerjaan yang ga
beres, banyak pertemanan yang hilang karena kekecewaan, dan seleksi alam pun
terjadi.
Menurutku kepercayaan yang kita
lepaskan ke seseorang adalah salah satu bentuk kenikmatan. Setelah kita
memberikan rasa percaya pada seseorang, beban jadi tidak seberat sebelumnya
namun ini tidak bertahan lama jika tidak ada kendali dan pengawasan. Kalo kata
Mark Manson kenikmatan adalah bentuk kepuasan hidup yang paling dangkal, dan
karenanya ini sangat mudah diraih dan sangat mudah hilang. Saat ini aku mulai
menurunkan rasa empati dan lebih "pelit" dalam memberikan rasa percaya. Mungkin akan terlihat jahat namun kadang memang
perlu untuk bersikap bodo amat terhadap orang lain. Keras pada orang lain pun
perlu jika memang mereka mencurigakan. Mungkin ini cara Tuhan menunjukkan
padaku bagaimana seleksi alam itu terjadi. Meski ada sebuah ungkapan “apapun
yang terjadi tetaplah optimis dan positif”, sejatinya kadang hidup menyebalkan,
dan hal paling sehat untuk dilakukan adalah mengakuinya.
Komentar
Posting Komentar